27 April 2009

Enamel

Latar Belakang

Iklan atau reklame adalah pesan persuasif kepada khalayak ramai tentang benda dan jasa yang ditawarkan melalui suatu media. Iklan juga merupakan jenis komunikasi yang memanipulasi fungsi utopis dan khayal dengan idiom-idiom tertentu yang mengekploitasi nilai guna dasar manusia, sekaligus menjadi status pencitraan bagi konsumen yang menganutnya. Beriklan juga dianggap sebagai ujung tombak dalam menginformasikan pesan melalui pendekatan bahasa visual sekaligus berperan sebagai elemen yang mampu merekfleksikan semangat zamannya.

Kehadiran iklan enamel pada paruh akhir abad XIX menjadi bagian dari perubahan sektor perekonomian sekaligus seni visual yang terjadi pada masyarakat secara global. Istilah ‘enamel’ adalah suatu teknik dekorasi yang meleburkan (to smelt) bubuk kaca diatas lempengan besi-baja bermutu tinggi pada sebuah oven dengan temperatur tinggi. Bubuk tersebut kemudian mengurai hingga menyatu dan menjadi keras.

Pembuatan iklan enamel harus dilakukan secara khusus, diawali dengan pengaplikasian desain menjadi stensil (alat merekam) atau screen per-warna (disesuaikan oleh desain) kemudian disablon ke lempengan besi dengan penggunaan cat bakar atau cat khusus enamel (berbentuk butiran atau cairan) dan dipanaskan dengan temperatur tinggi antara 760°C - 850°C. Proses sablon dan pemanasan dilakukan berulang-ulang menurut desain (warna) yang ingin dihasilkan, diawali dari warna cerah / kuat karena paling banyak menerima pembakaran dan diakhiri dengan warna lembut untuk menghindari warna akan pudar atau hilang.

Iklan enamel memiliki ketebalan 2-3 milimeter, dengan karakteristik warna yang sangat kuat serta tahan lama. Pada banyak iklan enamel, warna pada desain ditandai dengan adanya tekstur yang menonjol dan jika dipegang atau diraba akan terasa pembedaan warnanya.


Sejarah Enamel

Adalah pria Inggris bernama Benjamin Baugh yang pada tahun 1889 mendirikan perusahaan pertama pembuat papan enamel bernama “Patent Enamel Company Limited” di Inggris. Ia memprakarsai teknik enamel lempengan besi untuk menjadikannya sebagai media beriklan dari produk-produk industri yang banyak muncul saat itu.

Awal kehadiran enamel memang masih sangat terbatas bahkan termarjinalkan secara konteks peradabannya, hal ini terjadi karena bahan baku serta proses pembuatan yang rumit membuatnya tidak banyak dilirik sebagai jenis usaha yang mudah dikeluti. Terjadinya revolusi industri yang dinamis, menuntut perbaikan media komunikasi agar dapat mendorong tumbuh kembangnya industri tersebut. Proses enamel Kemudian diaplikasikan untuk membuat lempengan iklan karena dianggap dapat menjawab tantangan akan keawetan serta kekuatan beriklan modern, dalam hal ini media iklan luar ruang. Selain juga karena pada saat itu produk-produk masih sedikit jenisnya atau belum terjadi kompetisi produk sejenis, hingga keawetan dan kekuatan iklan enamel dibuat agar dapat bertahan lama tanpa harus mempertimbankan kebaruan desain.

Pada awal keberadaannya, desain iklan enamel hanya berupa pesan tekstual yang terdiri dari deretan tiporgafi yang disusun dengan menggunakan satu jenis type face dan lebih berisi informasi akurat saja, bahkan beberapa diantaranya terasa kurang memperhatikan estetika desain. Seiring dengan kemajuan teknologi pembuatannya, iklan enamel makin marak dengan menampilkan ilustrasi baik produk maupun model pendukung. Visualisasi iklan enamel berkembang menurut apropriasi imajiner perubahan gaya hidup dan pembentukan identitas bagi target audiencenya. Hampir seluruh desain iklan enamel dilakukan secara manual, olah karenanya iklan ini menjadi simbol ketrampilan para desainer saat itu.

Selain pesegi panjang, juga terdapat iklan enamel beraneka bentuk seperti lingkaran, segi tiga, kombinasi berbagai bentuk dan bahkan dibentuk sesuai dengan ciri khas produk yang diiklankan.

Di beberapa negara yang memiliki pengalaman dengan iklan enamel, memiliki sebutan bagi jenis iklan ini. Kebanyakan negara di benua Eropa dan benua Amerika disebut porcelain enamel advertising signs; Di Perancis disebut plaquƩ emailleƩ; Di Denmark disebut emaljeskilt; Di Jerman disebut emailschild; Di Belanda dan Belgia disebut emaille reclamebord; Di United Kingdom atau Kerajaan Inggris disebut enamel advertising sign; Di Amerika Serikat disebut porcelain sign; sedangkan di Indonesia disebut iklan enamel, papan reklame atau disebut enamel saja.

Belanda, Inggris, Belgia, Perancis dan Jerman menjadi pusat produksi iklan enamel yang banyak menyelesaikan pesanan dari Asia hingga Amerika. Keberadaan iklan enamel di Indonesia sendiri tidak terlepas dari pengaruh Belanda yang saat itu menjadi pemegang otoriatas pemerintahan di tanah jajahannya tersebut. Begitu juga ketika Jepang yang kemudian menjajah Indonesia, iklan enamel didatangkan dari Jepang yang saat itu telah berhasil mengadopsi teknik pembuatan Enamel dari Eropa.

Ledakan enamel ditandai dengan ekspansi atau pengembangan industri berskala besar. Kereta api yang menjadi public transportation sekaligus digunakan untuk menempel iklan enamel pada sisi-sisi badannya. Iklan enamel pada akhirnya dipasang pada dinding-dinding bangunan besar, sudut toko, stasiun kereta api dan pada tiang-tiang yang berada di jalan raya atau pusat kota.

Penempatan iklan-iklan enamel umumnya dilakukan di beberapa kota besar di Hindia pada beberapa wilayah dan sektor perdagangan utama seperti ‘Weltevreden’ di Batavia (kini Jakarta), ‘Bojong Raya’ di Semarang, ‘Malioboro’ di Yogyakarta, ‘Tunjungan’ di Surabaya, ‘Braga’ di Bandung.

Iklan enamel dengan penempatan pada tiang dilakukan untuk mengoptimalisasi ruang karena memiliki dua sisi atau bolak-balik, umumnya tiap sisi memiliki kesamaan bentuk visual, namun tak jarang jenis produk yang diiklankan tiap sisinya berbeda satu sama lain.

Perkembangan selanjutnya adalah munculnya gagasan-gagasan baru dalam membuat alternatif iklan berbahan dasar enamel, seperti pada kemasan produk makanan (packaging), asbak, nampan atau baki, sandaran tempat duduk, sandaran kalender, sandaran memo, jam, giant thermometer dan sebagainya yang dibuat dengan desain yang menarik.


Perkembangan iklan enamel di Indonesia

Indonesia yang kala itu menjadi daerah koloni Belanda menjadi pasar tersendiri untuk dikembangkan sektor industrinya oleh pemerintah Belanda. Hasrat industrialisasi diwujudkan ketika stabilitas keamanan di Hindia mulai meningkat paska penangkapan Diponegoro dan berakhirnya gejolak tanam paksa (culture stelsel). Tahun 1870-an diterapkan sistem ekonomi liberal di Hindia Belanda, banyak pengusaha asing berdatangan dan menanamkan modal untuk memperluas jaringan niagannya. Industrialisasi massal modern juga mulai dibangun dengan mendatangkan mesin-mesin berat dari Eropa.

Dibangunnya berbagai infrastruktur seperti pasar, toko-toko, bank, gedung-gedung perkantoran hingga transportasi menandai peradaban baru wilayah perkotaan sekaligus membawa perubahan dari segi perekonomian yang memungkinkan penduduk baik pendatang dan pribumi menengah atas untuk berniaga. Hal tersebut membawa dampak pada persaingan perdagangan antar berbagai produk dan jasa yang dihadirkan, maka dibutuhkan media komunikasi persuasif yang meluas dan efektif berupa iklan.

Produk industri Eropa yang hadir di Hindia dengan menggunakan iklan enamel sebagai wahana promosi, karena saat itu di negeri asal barang atau jasa yang ditawarkan tersebut telah banyak menggunakan lempengan enamel untuk beriklan. Oleh karenanya awal kehadiran iklan enamel di Hindia sangat tampak budaya dan idiom barat. Iklan enamel didominasi oleh pesan penawaran produk-produk asal Belanda. Hal ini karena awalnya produk-produk yang dipromosikan tersebut ditujukan bagi pangsa pasar masyarakat Belanda dan Eropa yang banyak menjadi masyarakat pendatang terutama di kota-kota besar Hindia. Kehadiran pendatang dari kalangan Eropa mulai marak terutama sejak dibukanya terusan Suez (1870) yang memudahkan pelancong untuk datang dan pergi dari Hindia.

Produk-produk industri barat diimport ke Indonesia awalnya memang untuk memenuhi kebutuhan orang Belanda saja, namun kemudian juga menyentuh masyarakat luas, selain penduduk Cina dan Arab, penduduk pribumi menengah atas kemudian juga menerima masuknya produk-produk tersebut sebagai bagian dari modernitas secara global yang terjadi saat itu. Beberapa iklan enamel dari produk-produk industri barat kemudian banyak yang menggabungkan bahkan menggunakan impresi selera lokal untuk lebih mendekatkan dengan konsumen pribumi. Momen ini dianggap sebagai simbolisasi pengukuhan kemakmuran dan moderintas dan menjadi obsesi tersendiri bagi masyarakat pribumi.

Adanya diferensiasi pekerjaan secara umum membuat masyarakat pribumi dapat terlibat dalam pengembangan serta pemanfaatan industri modern. Pendirian industri yang melibatkan pengusaha pribumi sebagai pemilik perusahaan bermunculan, bahkan beberapa diantaranya juga mengiklankan produk mereka dengan iklan enamel yang menggunakan idiom khas lokal. Adanya keterlibatan industri berbagai jenis oleh masyarakat, meningkatkan ketersediaan sumber dana dan peningkatan kemampuan daya beli. Kejadian tersebut pada akhirnya menciptakan golongan masyarakat konsumtif baru di kota-kota besar.

Terbentuknya budaya konsumtif modernis yang terdokumentasi dari berbagai varian iklan enamel, menjadi bukti adanya perubahan pola masyarakat pribumi yang awalnya berhaluan feodal tradisional bergeser menjadi masyarakat modern. Kesejahteraan dan meningkatnya status seseorang kemudian menuntut gaya hidup baru antara lain berupa penggunaan bahasa, cara berpakaian, cara makan, kelengkapan alat perabotan rumah tangga, kelengkapan jasa, kesenian, dan sebagainya.


Agen Iklan Enamel

Jika pengorganisasian iklan enamel di Eropa tergolong sangat baik yakni dengan adanya tanggung jawab perusahaan pembuatan iklan dalam pendistribusian atau pemasangan serta perawatan berkala iklan-iklan enamel, maka tidak demikian yang terjadi di Hindia Belanda. Teknologi dan seluruh kelengkapan pembutan iklan enamel yang beredar di Hindia dibuat di Eropa, hal tersebut terjadi karena tidak mencukupinya sumber daya manusia yang menguasai teknik pembuatan enamel yang rumit dan menuntut kecakapan tinggi dalam pengerjaannya.

Maka jika pengiklan ingin memesan iklan enamel biasa mendatangi agen atau cabang perusahaan pembuatan enamel dari Eropa yang banyak didirikan di kota-kota besar. Agen tersebut biasa melayani pemesanan sekaligus membuatkan desainnya, kemudian mengirimkan desain yang disepakati untuk dibuat di perusahaan mereka di Eropa. Beberapa perusahaan pembuatan enamel asal Belanda yang beroperasi di Hindia seperti Langcat Bussum, ‘T Raedhuys Amsterdam, Posta Amsterdam, Verenigde Blik Fabrieken Amsterdam Verblifa. Semua perusahaan tersebut sudah tidak lagi beroperasi.

Proses pemesanan via agen ini membutuhkan biaya serta pengiriman melalui transportasi laut yang tidak murah serta memakan waktu lama, beberapa sumber menyebutkan perlu waktu berbulan-bulan untuk pemesanan hingga kemudian dapat disebarkan di berbagai wilayah di Nusantara.

Tidak adanya perusahaan pembuatan iklan enamel untuk memenuhi ketersediaan di Hindia dirasa tidak begitu bermasalah, sebab saat itu produk-produk yang beredar masih sedikit jenisnya, atau beberapa diantaranya telah memiliki segmentasi pasar yang kuat sehingga memudahkan perhitungan pembuatan dan penyebaran iklan.

Beberapa perusahaan memilih iklan enamel sebagai media beriklan mereka karena kuat dan tahan terhadap segala kondisi cuaca, maka iklan jenis ini sangat cocok diaplikasikan di negara tropis yang memiliki ketidakteraturan cuaca seperti Indonesia.


Berakhirnya Kejayaan Iklan Enamel

Berakhirnya Perang Dunia II, membawa perubahan baru dari sektor perekonomian terutama dari sektor industrinya. Keterpurukan industri di Eropa yang biasa mensuplay kebutuhan di banyak negara akibat perang memunculkan Amerika Serikat sebagai pemain tunggal yang mampu menghasilkan produk-produk inovatif yang modern.

Perusahaan-perusahaan pembuatan enamel Eropa yang sebelumnya menjadi pemasok iklan enamel ke berbagai negara menjadi lesu bahkan beberapa diantara bangkrut karena sepi orderan sebagai akibat dari macetnya produksi industri Eropa. Namun yang menjadi pokok permasalahan mengapa industri iklan enamel diseluruh dunia berakhir tahun 1965-an lebih disebabkan karena munculnya teknologi cetak baru yang memudahkan penggarapan iklan dengan mesin cetak seperti poster, iklan koran, leafleat, brosure dan lainnya.

Teknologi cetak membuat produksi iklan dirasa lebih cepat, mudah, murah dan terbarukan sesuai dengan kebutuhan penetrasi komunikasi visual bagi masyarakatnya.


Penutup

Iklan enamel hadir sebagai bagian dari fenomena media komunikasi di dunia periklanan yang dibuat dengan teknik reproduksi yang rumit serta memiliki ciri khas yang membedakannya dengan media iklan lain. Faktor visual yang mempengaruhi isi pesan dalam khasanah perkembangan iklan enamel di Indonesia, berkembang seiring dengan kemajuan terutama di bidang perekonomian, sekaligus sebagai usaha penetrasi dengan idiom - idiom yang sesuai dengan target pasarnya.

Diselenggarakannya industrialisasi modern di Indonesia pada tahun 1870, berpengaruh pada pendirian industri berskala besar serta masuknya produk-produk industri modern dari Eropa. Adanya peningkatan perekonomian juga membuka kegiatan perdagangan bagi masyarakat pribumi, hal tersebut kemudian mengakibatkan terjadinya perubahan stratanisasi sosial kemasyarakatan di Hindia yang awalnya menganut paham feodal tradisional yang kental, bergeser menjadi masyarakat modern yang konsumtif.

Puncaknya adalah dengan adanya pendidikan modern barat (Politik Etis) memegang peranan penting pada perubahan pola masyarakat di Hindia, khususnya bagi para priyayi terpelajar yang kemudian menjadi agen of change penerapan gaya hidup barat khususnya di Jawa, mereka sekaligus menjadi role model bagi kelompok sosial masyarakat baru.

Desain adalah produk kebudayaan hasil dari dinamika sosial, teknologi, ekonomi, kepercayaan, perilaku dan nilai-nilai tangible (berwujud-pen) dan intangible (tidak berwujud-pen) yang ada di masyarakat dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian iklan enamel merefleksikan kehidupan sosial atau artefak sosial dalam ruang lingkup Desain Komunikasi Visual dimana unsur-unsur visual dalam iklan enamel adalah cermin dari relasi dan interaksi makna serta nilai-nilai dalam suatu sistem sosial kemasyarakatan.

27 Maret 2009

Aliran-aliran seni 3

Berliner Plakat

Awal modernisme / pada awal abad 20 (1890 – 1940) adalah hadirnya gaya Plakatstil. Gerakan Plakatstil pertama berkembang di Berlin, pada saat itu negara ini yang menjadi pusat perdagangan. Pada saat itu media posterlah yang menjadi ajang percobaan yang menunjukkan kerjasama yang baik dan menguntungkan bagi desain dan industrialisasi pada saat itu. Gaya desain yang untuk mengatasi kesenjangan antara seni dan industri dengan desain lebih fungsional. Lucian Bernhard (1883 – 1972) adalah pelopor awal dari gaya Plakatstil.


Berliner Plakat berasal dari Jerman yang artinya adalah gaya poster Berlin. Gaya poster juga merupakan gaya original flat graphic yang biasanya digunakan pada periklanan dan kampanye poster . Plakatstil adalah lawan/ kebalikan dari dekorasi. Plakatstil juga menyingkirkan seni bergaya Art Noveau. Plakatstil bersifat universal.

Charlie Caplin 3

Sinopsis Singkat :

Salah satu film yang di perankan oleh Caplin adalah Modern Times (sekitar tahun 1931). Film ini berdurasi 87 menit yang bercerita tentang zaman revolusi industri .Di film tersebut Caplin berperan sebagai seseorang yang berusaha mencari pekerjaan. Di masa itu, mendapatkan pekerjaan sangat sulit karena sedang memasuki peralihan masa modernisai yang lebih banyak menggunakan tenaga mesin sehingga tenaga manusia jarang di gunakan lagi. Sehingga Caplin mengalami banyak sekali kesulitan yang di hadapi untuk mendapati pekerjaan yang dapat di kerjakan olehnya.

Pada akhirnya, setelah mengalami rintangan yang cukup panjang dan bertemu seorang gadis, Chaplin akhirnya mendapatkan pekerjaan sebagai pelayan dan penyanyi di sebuah cafe. Dan akhirnya menempuh kehidupan yang baru dengan seorang gadis tersebut.



Komentar :

Menurut kami, Charlie Caplin merupakan seorang aktor film bisu (pantomim) yang sangat kawakan di bidangnya. Hal itu nyata dari banyaknya pengalaman dalam hidupnya dalam dunia per-film-an dan dunia panggung yang Ia mulai sejak usianya berumur 5 tahun. Banyak orang mengenal dirinya dengan ciri khas potongan kumis petak dengan kostum berupa jas kesempitan , celana panjang yang kebesaran, serta kemana-mana selalu membawa tongkat dan memakai topi tinggi. Tetapi justru gayanya yang khas dan unik itulah yang membuat orang mudah mengingatnya dan sekaligus membuat namanya menjadi legendaris.

Caplin juga merupakan seorang yang sangat gigih dalam pencapaian cita-citanya. Hal itu terbukti dari perjuangan merintis karir dari 0 (nol) hingga menjadi sukses dan melegendaris. Menurut kami, Caplin juga merupakan orang yang pandai dalam pembuatan film, dimana saat itu dunia per-film-an sudah tidak memproduksi film bisu (pantomim) lagi, tapi Caplin tetap mempertahankan ciri khasnya dengan film bisunya namun tentu saja diselipkan beberapa efek suara mesin, musik, maupun efek suara benda-benda yang dia tampilkan, dengan tujuan agar orang-orang pada jaman itu yang sudah tidak terbiasa dengan film bisu tetap dapat menikmati dan menyukai film garapannya ( contohnya : film Modern Times).

Semasa hidupnya Ia pernah mendapatkan beberapa penghargaan, dimana pada saat Ia menerima penghargaan kehormatan yang kedua Ia mendapatkan sambutan tepuk tangan selama 5 menit penuh yang hingga sekarang tercatat sebagai standing ovation terlama sepanjang sejarah Academy Award. Kepiawaiannya dalam membuat film sekaligus memerankan sebuah tokoh pun diakui oleh Ratu Elizabeth II yang memberikan Gelar Satria (
Knight Commander of the British Empire (KBE) ).


26 Maret 2009

Charlie Caplin 2













Charlie Chaplin



Lahir Charles Spencer Chaplin, Jr.
16 April 1889
Walworth, London, Inggris
Meninggal 25 Desember 1977
Vevey, Swiss
Pasangan Mildred Harris (1918-1920)
Lita Grey (1924-1928)
Paulette Goddard (1936-1942)
Oona Chaplin (1943-1977)

Sir Charles Spencer Chaplin, Jr. KBE (lahir di East Street, Walworth, London, 16 April 1889 – wafat di Vevey, Swiss, Swiss, 25 Desember 1977 pada umur 88 tahun), atau Charlie Chaplin, adalah aktor komedi Inggris yang merupakan salah satu pemeran film terkenal dalam sejarah Hollywood di era film hitam putih, sekaligus sutradara film yang sukses. Aktingnya di layar perak menjadikan Charlie Chaplin sebagai salah satu artis pantomim dan badut terbaik yang sering dijadikan panutan bagi seniman di bidang yang sama.

Chaplin adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dan paling kreatif di era film bisu. Di dalam film-filmnya, Chaplin dikenal suka merangkap-rangkap, mulai dari peran utama, sutradara, penulis naskah, hingga pengisi ilustrasi musik. Karir di dunia hiburan berlangsung selama 65 tahun, dirintisnya sebagai pemeran cilik di panggung zaman Victoria dan pertunjukan komedi music hall di Inggris, dan terus berkarya hingga sebelum meninggal di usia 88 tahun. Kehidupan Chaplin penuh pasang surut, mulai dari masa kecil yang dibalut kemiskinan, hingga tiba di puncak ketenaran bintang Hollywood sekaligus simbol budaya. Kehidupan pribadinya yang gemerlap mengundang banyak sanjungan sekaligus kontroversi.

Di dalam film-filmnya, Chaplin sering memerankan karakter "The Tramp", seorang gelandangan berpotongan kumis petak yang memiliki etiket dan martabat seorang bangsawan. Kostum berupa jas kesempitan, celana panjang yang kebesaran, serta ke mana-mana membawa tongkat dan memakai topi tinggi.


Dunia panggung

Chaplin pertama kali naik panggung di tahun 1894 sewaktu masih berusia 5 tahun. Tanpa persiapan sebelumnya, di sebuah teater di Aldershot, Chaplin secara mendadak diminta menggantikan ibunya. Sewaktu masih kecil, Chaplin sakit keras dan harus berbaring di tempat tidur selama berminggu-minggu. Di malam hari, ibunya duduk di bingkai jendela, bercerita sambil mendramatisasi kejadian pada hari itu. Chaplin pertama kali naik panggung dengan mendapatkan bayaran setelah bergabung dengan kelompok penari The Eight Lancashire Lads yang mementaskan pertunjukan music halls di Britania. Di tahun 1900, berkat bantuan Sydney (kakak sekandungnya), Chaplin yang waktu itu berusia 11 tahun mendapat peran sebagai kucing jenaka dalam pantomim Cinderella di London Hippodrome. Di tahun 1903, Chaplin tampil dalam Jim: A Romance of Cockayne, diikuti peran rutinnya sebagai Billy anak pengantar koran dalam Sherlock Holmes yang terus dijalani hingga tahun 1906. Chaplin tampil berikutnya dalam acara variety Casey's Court Circus, dan tahun berikutnya sebagai badut dalam kelompok komedi slapstik Fun Factory di bawah asuhan Fred Karno.


Pertunjukan di Amerika

Chaplin pertama kali ke Amerika mengikuti pertunjukan keliling kelompok asuhan Fred Karno dari tahun 1910 hingga 1912. Setelah balik ke Inggris dan berada di sana selama 5 bulan, Chaplin kembali berangkat ke Amerika dan tiba di sana tanggal 2 Oktober 1912. Kedatangan Chaplin yang kedua di Amerika juga masih bersama kelompok Fred Karno. Arthur Stanley Jefferson yang kemudian dikenal sebagai Stan Laurel turut serta dalam rombongan dan menjadi teman sekamar Chaplin di asrama. Laurel akhirnya pulang ke Inggris, tapi Chaplin tetap bertahan di Amerika. Di akhir tahun 1913, produser film Mack Sennett terkesan dengan akting Chaplin yang waktu itu sedang bermain untuk rombongan Karno. Sennet mengontrak Chaplin yang setuju untuk bermain dalam film-film yang diproduksi studio Keystone Film. Film pendek Making a Living, komedi satu reel yang dirilis 2 Februari 1914 merupakan penampilan pertama Chaplin di layar perak.


Perintis dunia sinema

Film-film awal Chaplin diproduksi pada tahun 1914 di Keystone Studios yang merupakan tempat Chaplin belajar teknik pembuatan film, sekaligus mengembangkan karakter Tramp. Chaplin pertama kali memperkenalkan karakter Tramp kepada publik melalui film keduanya, Kid Auto Races at Venice (diedarkan 7 Februari 1914) dan film ketiganya Mabel's Strange Predicament (9 Januari 1914).

Di akhir kontrak dengan Keystone, Chaplin sudah bisa menyutradarai dan menyunting sendiri film-film pendek yang dibuatnya. Film-film tersebut ternyata sukses besar. Di tahun 1915, Chaplin menyetujui kontrak satu tahun dengan studio Essanay. Setelah itu, kontrak bernilai besar untuk selusin film komedi tipe dua reel disepakati Chaplin dengan studio Mutual Film di tahun 1916. Studio memberinya kebebasan artistik yang nyaris tanpa batas. Dalam dalam jangka waktu 18 bulan, Chaplin berhasil menyelesaikan 12 judul film. Film-film ini nantinya berhasil menjadi film komedi klasik dan tetap masih bisa menghibur hingga sekarang. Di kemudian hari, Chaplin mengenang masa bersama studio Mutual sebagai periode paling membahagiakan dalam karirnya.

Setelah kontrak dengan studio Mutual habis di tahun 1917, Chaplin menandatangani kontrak produksi 8 film tipe dua reel dengan studio First National. Selain pembiayaan dan distribusi film-film (1918-1923) yang ditanggung studio First National, kebebasan artistik seluruhnya berada di tangan Chaplin. Dengan kebebasan berkreasi ada di tangan, Chaplin membangun studio Hollywood sendiri. Pada periode ini tercipta film-film Chaplin yang tak lekang dimakan waktu, dan masih bisa dijadikan panutan bagi pembuat film yang lain. Film-film yang diproduksi Chaplin bersama First National berupa film komedi dengan masa putar singkat, misalnya: A Dog's Life (1918) dan Pay Day (1922), ditambah film dengan masa putar lebih panjang, misalnya: Shoulder Arms (1918), dan The Pilgrim (1923). Film Chaplin asal periode ini dengan masa putar standar dan berhasil menjadi klasik adalah The Kid (1921).

Di tahun 1919, Chaplin mendirikan distributor film United Artists bersama-sama Mary Pickford, Douglas Fairbanks, dan D. W. Griffith. Mereka berempat berusaha melepaskan diri dari sistem monopoli yang dipegang distributor film dan pemilik modal di Hollywood. Usaha ini berhasil, dan kemandirian Chaplin sebagai pembuat film tetap terjamin berkat adanya kendali penuh atas film yang diproduksi di studio milik sendiri. Nama Chaplin terus tercatat sebagai anggota dewan direktur UA hingga di awal tahun 1950-an.

Seluruh film Chaplin yang diedarkan United Artists bermasa putar standar, dimulai dari A Woman of Paris (1923), diikuti film The Gold Rush (1925) yang nantinya menjadi klasik, dan diakhiri dengan The Circus (1928).

Film-film bisu yang hingga sekarang dianggap sebagai karya terbesarnya, City Lights (1931) dan Modern Times (1936) justru dibuat Chaplin ketika dunia sinema sudah mengenal film bersuara. Di kedua film tersebut, Chaplin mengerjakan sendiri efek suara dan ilustrasi musik. Film City Lights mungkin berisi keseimbangan sempurna antara komedi dan sentimentalitas ala Chaplin. Adegan terakhir film City Lights dipuji kritikus James Agee yang berkomentar di majalah Life tahun 1949 sebagai: "sepotong akting paling hebat yang pernah direkam seluloid".

Film bersuara karya Chaplin yang dibuat di Hollywood adalah: The Great Dictator (1940), Monsieur Verdoux (1947), dan Limelight (1952).


Academy Awards

Chaplin memenangkan 2 penghargaan kehormatan Academy Awards. Waktu itu belum ada prosedur audit pemungutan suara, dan penghargaan Oscar yang pertama dibagi-bagikan pada 16 Mei 1929 berdasarkan pembagian kategori yang sangat luwes. Chaplin mulanya dinominasikan sebagai Aktor Terbaik dan Sutradara Komedi Terbaik untuk karyanya The Circus, tapi namanya ditarik kembali dan dewan Academy justru memutuskan untuk memberi penghargaan istimewa untuk "kegeniusan, kemampuan serba bisa dalam akting, penulisan, penyutradaraan, dan produksi film The Circus". Film lain yang menerima penghargaan istimewa pada tahun itu adalah The Jazz Singer.

Penghargaan kehormatan yang kedua dari Academy diterima Chaplin 44 tahun kemudian di tahun 1972. Chaplin menerima penghargaan atas "pengaruh tak terhingga yang dibuatnya dan menjadikan film sebagai bentuk seni abad ini". Chaplin keluar dari pengasingannya untuk menerima penghargaan ini. Setelah Chaplin menerima penghargaan, para hadirin berdiri memberikan sambutan tepuk tangan selama 5 menit penuh yang hingga sekarang tercatat sebagai standing ovation terlama sepanjang sejarah Academy Award.

Chaplin juga pernah masuk nominasi sebagai penerima penghargaan Academy untuk Aktor Terbaik, Skenario Asli Terbaik, dan Film Terbaik untuk karyanya The Great Dictator, tapi gagal. Film Monsieur Verdoux (1947) juga pernah dicalonkan sebagai Skenario Asli Terbaik, namun lagi-lagi gagal meraih penghargaan. Sewaktu masih aktif sebagai pembuat film, Chaplin pernah menyatakan ketidakpuasannya pada Academy Awards. Putranya yang bernama Charles Jr. bercerita tentang tindakan Chaplin menjadikan penghargaan Oscar yang diterimanya di tahun 1929 sebagai pengganjal pintu yang menjadi sebab kemarahan dewan Academy di tahun 1930-an. Hal ini mungkin menjadi alasan film City Lights sama sekali tidak pernah masuk nominasi, padahal berbagai hasil jajak pendapat sepakat film ini sebagai salah satu film terbesar dalam sejarah layar perak.

Di usia lanjut, Chaplin pernah memperoleh Academy Award yang didapatnya dari hasil kompetisi dan bukan secara kehormatan. Di tahun 1973, film Limelight (1952) mendapat penghargaan Oscar untuk Academy Award untuk Ilustrasi Musik Asli (Best Music in an Original Dramatic Score). Chaplin membintangi film ini bersama Claire Bloom, serta tampil secara cameo bersama Buster Keaton yang merupakan satu-satunya penampilan kedua komedian terbesar dalam satu film. Setelah film selesai diproduksi, kecenderungan politik yang dianut Chaplin menyebabkan film Limelight tidak jadi diputar di Los Angeles. Pemutaran di Amerika Serikat baru berlangsung di tahun 1972, sehingga film ini walaupun diproduksi tahun 1952 berhak masuk nominasi.



Karya terakhir

Dua film terakhir Chaplin dibuat di London: A King in New York (1957) yang dibintanginya sendiri (sekaligus penulis skenario dan sutradara), dan A Countess from Hong Kong (1967) dengan bintang Sophia Loren dan Marlon Brando. Film A Countess from Hong Kong merupakan penampilan Chaplin yang terakhir, tampil singkat secara cameo sebagai awak kapal yang sedang mabuk laut.

Dalam otobiografi berjudul My Life in Pictures terbitan tahun 1974, Chaplin menuturkan bahwa dirinya sudah menulis skenario untuk dibintangi Victoria, putri terkecilnya. Kalau skenario yang diberinya judul The Freak jadi diproduksi, Victoria akan diberi peran sebagai bidadari. Menurut Chaplin, skenario film ini sudah selesai dan latihan praproduksi sudah dimulai (buku ini memuat foto Victoria lengkap dengan kostumnya), tapi produksi dihentikan karena Victoria menikah. Chaplin menambahkan, "Kapan-kapan, pasti aku buat." Kesehatan Chaplin terus menurun di tahun 1970-an, dan meninggal sebelum angan-angannya terwujud.

Salah satu karya yang diketahui sebagai karya terakhir Chaplin adalah ilustrasi musik yang ditulisnya untuk memperbarui A Woman of Paris, karyanya yang kurang sukses di tahun 1923.



Gelar ksatria

Chaplin menerima gelar Knight Commander of the British Empire (KBE) dari Ratu Elizabeth II pada 4 Maret 1975. Nama Chaplin pertama kali diusulkan sebagai penerima di tahun 1931, dan masuk dalam daftar calon untuk yang kedua kali pada tahun 1956, tapi diveto pemerintah Konservatif yang tidak ingin merusak hubungan dengan Amerika Serikat di tengah ketegangan Perang Dingin dan Krisis Terusan Suez.


Tutup usia

Chaplin wafat di usia 88 tahun dalam tidurnya pada Hari Natal tahun 1977, di Vevey, Swiss. Chaplin dimakamkan di Pekuburan Corsier-Sur-Vevey di Corsier-Sur-Vevey, Vaud, tapi makamnya dipindah di dekat Danau Jenewa setelah pernah dicuri sekelompok orang.

Stefan Sagmeister

Stefan Sagmeister Stefan Sagmeister adalah seorang desainer grafis dan juga seorang tipografer yang lahir di Bregenz, Austria pada tahun 1962 dan kini tinggal di New York, Amerika Serikat dan membuka sebuah firma desain, Sagmeister Inc. Ia pernah mendesain sampul album dari banyak musisi ternama antara lain Lou Reed, the Rolling Stones, David Byrne, Aerosmith ,dan Pat Metheny.

Sagmeister mempelajari desain grafis di University of Applied Arts Vienna, Austria dan menerima beasiswa untuk melanjutkan studinya di Pratt Institute di New York. Ia memulai karirnya ketika berusia 15 tahun dalam majalah remaja Austria bernama Alphorn. Pada tahun 1991, ia pindah ke Hong Kong untuk bekerja di Leo Burnett’s Hong Kong Design Group. Pada 1993, ia kembali ke New York dan bekerja pada firma Tibor Kalman’s M&Co namun tak lama kemudia ia pindah ke Benetton Group di Roma, Italia. Stefan Sagmeister kemudian mendirikan Sagmeister Inc. pada tahun 1993 yang juga mempekerjakan para desainer antara lain Woodtli, Hjalti Karlsson ,dan Jan Wilker.


Stefan Sagmeister pernah mengerjakan desain untuk klien-klien besar, antara lain The Rolling Stones, HBO, Guggenheim Museum, Time Warner, juga musisi David Byrne dan Lou Reed. Seigmaster Inc. pernah mengadakan pameran tunggal di berbagai kota besar di seluruh dunia, antara lain Zurich, Vienna, New York, Berlin, Osaka, Prague, Cologne, dan Seoul. Stefan Seigmaster juga mengajar di aneka tempat, misalnya School of Visual Art di New York dan mendapatkan tempat kehormatan Frank Stanton Chair di Cooper Union School of Art, New York. Ia pernah muncul dalam film documenter “Helvetica” yang membahas font paling sering digunakan di dunia tersebut di mana ia pada sebuah frame memperlihatkan torehan luka yang dibuat membentuk aneka huruf tipografi di sekujur tubuhnya yang diabadikannya dalam bentuk foto poster.


Pria dengan motto “Design that needed guts from the creator and still carries the ghost of these guts in the final execution” ini pernah menerima berbagai penghargaan Grammy Award 2005 dalam kategori Kemasan Kotak Album Edisi Terbatas Terbaik. Karyanya yang menghiasi buku-buku desain terkemuka saat ini juga mendesain beberapa cover album seperti Rolling Stones, David Byrne, Lou Reed, Aerosmith dan Pat Matheny, yang membawanya 4 kali menjadi nominator Grammy Award. Pria dengan tinggi dua meter yang gemar berpenampilan sederhana seperti memakai kaos dan celana jeans ini diakui kemampuannya oleh sesama desainer, misalnya tipografer Steve Leadbetter yang mengatakan bahwa tangan dinginnya mampu menunjukkan “apa itu wujud rupa dari suatu bahasa”.


Untuk beberapa lamanya Stefan Sagmeister meninggalkan sejenak pekerjaannya dan berdiam di Bali untuk lebih mengenal kebudayaan dan kultur masyarakat Pulau Dewata tersebut. Ia berbagi pengalamannya di Ubud Rotary Club mengenai pengalaman-pengalamannya. Pria yang terkenal dengan motto “Bring Happiness to Life”, “Happy with Designing”, dan “Everything I Do Will Comes Back to Me” ini saat ditanya mengenai apa hal yang sejauh ini dipelajarinya di Bali menjawab, “Saat anjing mengepungmu, membungkuklah, lalu pungut sebuah batu”.







Komentar :

Stevan Sagmeister merupakan seorang Desainer yang sangat menekankan moto 'Happiness' dalam setiap karyanya. Dia adalah orang yang sangat menentang hal-hal yang membuatnya setres / perasaan tidak senang saat mendesain sesuatu. Dia juga merupakan seorang Desainer yang dapat dikatakan memiliki 'jam terbang yang tinggi' dalam dunia desain. Kesenangannya pada desain membuatnya untuk selalu bepergian ke suatu tempat yang baru yang otomatis menjadikannya seorang Desainer yang up to date.

Karya-karya dari Sagmeister menurut kami merupakan sesuatu yang unik dan inovatif. karena dia mampu menggunakan benda-benda sekitar yang ditemuinya menjadi sebuah desain yang baik (membuat sesuatu yang biasa menjadi sesuatu yang tidak biasa). Dia juga merupakan orang yang berani bereksperimen dengan dengan karyanya, terbukti dari karyanya yang dia torehkan pada tubuhnya, berupa huruf-huruf tipografi.

Sagmeister juga merupakan orang yang sangat ekspresif dalam membuat karya-karyanya, karena dia juga melibatkan respon khalayak publik untuk ikut dalam karya-karya desainnya. Desain-desainnya yang penuh dengan humor juga merupakan salah satu daya tarik dari gaya desainnya (stiker petunjuk di kereta api).

POP ART

Pop Art

Berasal dari kata Popular Art.
Merupakan aliran seni yang memanfaatkan simbol-simbol dan gaya- gaya visual yang berasal dari media massa yang populer seperti :koran, iklan, televisi, komik, ataupun kemasan barang dan gay supermarket. Aliran ini marak di Amerika dan Inggris sekitar tahun 1960-1970. Tokoh-tokohnya yang terkenal : Andy Warhol dan Roy Lichenstein di Amerika dan David Hockney di Inggris.



Andy Warhol- M.Monroe